Setelah penulis memaparkan
penjelasan mengenai perawatan jenazah menurut Fiqh as-Sunnah dan
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, maka pada bab ini penulis akan berusaha
menganalisis dari kedua pemaparan tersebut mengenai kelebihan dan kekurangan
dalam mekanisme perawatan jenazah baik menurut Fiqh as-Sunnah maupun
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah.
Dari pengamatan serta penelitian dua bab yang telah dijelaskan di atas,
penulis banyak menjumpai kesamaan-kesamaam dari pada perbedaan di dalam
mekanisme perawatan jenazah baik menurut Fiqh as-Sunnah maupun Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah. Dalil atau dasar-dasar yang digunakan di dalam
kitab Fiqh as-Sunnah ataupun Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah kebanyakan
menggunakan dalil dari al-Qur’an atau hadis shahih yang sanadnya bersambung
sampai kepada Nabi saw.
Akan tetapi setelah penulis lebih cermat meneliti di dalam kitab Fiqh
as-Sunnah dan Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, penulis menjumpai hadis
yang dirasa lemah atau tidak memenuhi kriteria keshahihan suatu hadis, di
samping itu penulis juga mencantumkan pendapat atau pandangan para ulama’
mengenai hadis tersebut . Yaitu hadis mengenai “orang yang
memandikan jenazah hendaklah yang dapat dipercaya” dan hadis
tentang “Janganlah berlebih-lebihan dalam memilih kain kafan, karena tidak
akan tahan lama”. Akan lebih jelasnya penulis akan memaparkan penelitian
yang telah dilakukannya, sebagai berikut :
A. Takhrij
Hadis tentang Orang yang Memandikan Jenazah Hendaklah yang dapat Dipercaya
1. Hadis
dan Terjemahnya
Hadis pertama yaitu mengenai orang
yang memandikan jenazah hendaklah yang dapat dipercaya, hadis tersebut diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar. Hadis lengkap dari rangkaian sanad dan
matannya :
حَدَثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ المصَفَّى الحَمْصِي حَدَثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الوَلِيْدِ عَنْ
مُبَشِّرِ بْنِ عُبَيْدِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لِيُغَسِّلْ مَوْتَاكُمْ المأْمُوْنُوْنَ
)رواه
ابن ماجه(
Muhammad bin al-Musthafa al-Hamshī
menceritakan kepada kami, Baqiyyah bin Walid menceritakan kepada kami, dari
Mubasyir bin Ubaid, dari Zaid bin Aslam, dari Abdullah bin Umar r.a ia berkata,
Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah yang memandikan jenazah-jenazah kamu itu
orang-orang yang dapat dipercaya.” (HR. Ibnu Majah)[1]
2. Biografi Perawi
Ditinjau
dari rangkaian sanad, penulis pemaparkan biografi perawi hadis secara lengkap,
dimulai dari perawi yang terakhir yaitu Abdullah bin Umar sampai kepada Muhammad
bin al-Musthafa al-Hamshī, sebagai berikut:
1. Abdullah
bin Umar
a. Nama lengkap : Jabir bin Abdullah bin Umar
bin Haram al- Ansharī al-Khazraji as-Silmī, Abu Abdullah, dikatakan
Abdurrahman, atau Abu Muhammad al-Madanī. Tingkatan : 1 shahabat, wafat pada
tahun sesudah tahun 70 H di Madinah.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Shahabi
-
Menurut adz-Dzahabi : Shahabi
2. Zaid bin Aslam
a. Nama lengkap : Zaid bin Aslam al-Quraisy al-‘Aduwwī,
Abu Salamah, dikatakan Abu Abdullah al-Madanī maula Umar bin Khattab. Tingkatan
: 3 pertengahan tabi’in, wafat tahun : 136H.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Tsiqah dan alim
- Menurut adz-Dzahabi : Faqih
3. Mubasyir bin Ubaid
a. Nama lengkap : Mubasyir bin Ubaid al-Quraisy,
Abu Hafsh al- Hamshī (Asli Kufah). Tingkatan : 7 dari kibaru atba’ at-tabi’in,
wafat: tidak disebutkan.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu
Hajar : Matruk dan Ahmad menuduhnya maudhu’
- Menurut adz-Dzahabi : Tarkuhu
4. Baqiyyah bin al- Walid
a. Nama lengkap: Baqiyyah bin al-Walid bin
Sha’id bin Ka’ab bin Harīr al-kala’ī al-Hamīri al-Maitamī, Abu Yahmad al-Hamshī.
Lahir : 110 H, wafat pada tahun 197 H,
tingkatan : 8 dari pertengahan atba’ at-tabi’in.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Shuduq katsīr
at-tadlis min dhu’afa’
- Menurut adz-Dzahabi : Hafidz,
tsiqah, Nasa’i berkata : tsiqah
5. Muhammad bin Mushafa
a. Nama lengkap: Muhammad bin Mushafa bin Bahlul
al-Quraisy, Abu Abdullah al-Hamsī. Tingkatan : 10 kibaru al-akhidzin dari
tabi’u atba’, wafat pada tahun 246 H di Mina atau Makkah.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Shuduq, wahm
dan juga mudallis
- Menurut adz-Dzahabi : Tsiqah tapi
gharib.
Ditinjau dari
biografi para perawi, ditemukan perawi yang menurut para kritikus hadis, dia adalah
seorang yang tidak tsiqah dan tidak mencapai derajat shahih di dalam
meriwayatkan hadis, diantaranya adalah :
1. Mubasyir bin Ubaid, menurut Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi
bahwa dia adalah seorang yang matruk.
2. Baqiyyah bin al-Walid, menurut Ibnu Hajar
bahwa dia seorang yang shuduq katsir at-tadlis min dhu’afa’ yaitu orang yang
jujur tapi banyak melakukan penyembunyian kecacatan dari orang-orang yang
dhaif.
3. Muhammad bin Mushafa, menurut Ibnu Hajar
bahwa dia adalah seorang yang shuduq, akan tetapi dia juga wahm dan mudallis. Sedangkan
menurut adz-Dzahabi bahwa dia adalah seorang yang tsiqah akan tetapi gharib.
Kemudian para
kritikus hadis yang lainnya juga mengomentari tentang hadis ini, diantaranya
adalah[2]
:
1. Syaikh al-Albani, mengatakan bahwa hadisnya
maudhu’.
2. Al-Bushiri mengatakan bahwa sanadnya dhaif,
di dalamnya ada Baqiyyah, dia itu mudallis dan dia meriwayatkannya dengan
‘an’anah.
3. Syaikh Ahmad bin Hambal mengatakan bahwa
hadis itu terdapat dikitab maudhu’ah.
4. Bukhari mengatakan munkarul hadis.
5. Daruquthni mengatakan matrukul hadis dan
memaudhu’kan hadisnya.
Dengan adanya
beberapa perawi yang lemah yang tidak mencapai derajat tsiqah atau tidak
memenuhi kriteria keshahihan sanad, maka hadis tersebut tergolong hadis dhaif
dilihat dari aspek sanadnya.
Penulis lebih cenderung bahwa hadis tersebut baik untuk diamal-kan,
meskipun dari aspek rangkaian sanad terdapat kecacatan. Apabila dilihat dari
segi matan (isi) sangat bagus, yaitu memerintahkan supaya yang memandikan
jenazah adalah orang yang dapat dipercaya. Di samping itu juga banyak manfaat
yang akan diperoleh, diantara supaya orang yang memandikan jenazah tidak
menyebarluaskan atau memperdengar-dengarkan mengenai aib yang ada pada jenazah
tersebut.
Akan lebih baiknya, untuk syarat bagi orang yang memandikan jenazah
ditinjau dari kitab Fiqh as-Sunnah dan HPT, apabila keduanya dikompromikan
maka yang memandikan jenazah itu dari keluarga terdekat yang mempunyai hubungan
darah, jika jenazahnya laki-laki maka yang memandikan laki-laki dan sebaliknya,
kecuali istri kepada suami atau suami kepada istri, hendaklah yang memandikan adalah
orang yang jujur, shaleh, dan dapat dipercaya, agar ia hanya menceritakan yang
baik-baik dan menutupi yang jelek.
B. Takhrij Hadis
tentang Jangan Berlebih-lebihan dalam Memilih Kain Kafan karena tidak akan
Tahan Lama
Takhrij hadis yang kedua mengenai
“Janganlah berlebih-lebihan dalam memilih kain kafan, karena tidak tahan lama”.
Hadis ini terdapat di dalam Fiqh as-Sunnah maupun Himpunan Putusan
Tarjih Muhammadiyah. Dalam Himpunan Putusan Tarjih mengatakan bahwa hadis
tersebut menilik riwayat Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Ali bin Abi
Thalib sampai kepada Nabi saw.[3]
Akan tetapi setelah penulis meneliti
lebih lanjut, ditemukan keganjalan-keganjalan dari sanad yaitu terdapat dua
perawi yang kualitas dalam periwayatan hadisnya tidak mencapai derajat shahih
atau terdapat kecacatan dalam dirinya.
1. Hadis
dan Terjemahnya
Hadis yang kedua ini diriwayatkan
oleh Abu Dawud dari shahabat Ali bin Abi Thalib. Hadis lengkap dari rangkaian
sanad dan matannya, sebagai berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ
الْمُحَارِبِىُّ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ هَاشِمٍ أَبُو مَالِكٍ الْجَنْبِىُّ عَنْ
إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِى خَالِدٍ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ لاَ تَغَالَوْا فِى الْكَفَنِ فَإِنَّهُ يُسْلَبُهُ
سَلْبًا سَرِيعًا )رواه
ابو داود(
Muhammad bin
Ubaid al- Muhâribī menceritakan kepada kami, Amr bin Hâsyim Abu Mâlik al-Janbī
menceritakan kepada kami, dari Isma’īl bin Abi Khalid, dari Amir dari Ali bin
Abi Thalib, aku mendengar Nabi saw bersabda : Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam
memilih kain kafan, karena dia juga tidak akan dapat tahan lama. (HR. Abu
Daud)[4]
2. Biografi
Perawi
Ditinjau dari
rangkaian sanadnya, penulis akan pemaparkan biografi perawi hadis, dimulai dari
perawi yang terakhir yaitu Ali bin Abi Thalib sampai kepada Muhammad bin Ubaid al-Muhâribī,
sebagai berikut :
1. Ali bin Abi Thalib
a. Nama
lengkap : Hasan bin Ali bin Abi Thalib al-Quraisy al-Hasyimī, Abu Muhammad al-Madanī,
ia memberi cucu kepada (sabatha) Rasulullah saw. Tingkatan 1 shahabi,
wafat pada tahun 49 H, dikatakan tahun 50 H di Madinah.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Shahabi
- Menurut adz-Dzahabi : Shahabi, sayyid dan
sabatha Rasulullah saw.
2. ‘Amīr bin Syurahīl
a. Nama
lengkap : ‘Amīr bin Syurahīl, dikatakan Ibnu Abdullah bin Syurakhīl, dikatakan
juga Ibnu Syurahīl bin Abdu as Syīabī, Abu Amr al- Kūfī. Tingkatan : 3 pertengahan
tabi’in, wafat : sesudah tahun 100 H.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Tsiqah,
masyhur, faqih dan fâdhil
- Menurut adz-Dzahabi : Ahadu al-
a’lam
3. Isma’īl bin Abi Khaalid
a. Nama lengkap : Isma’īl bin Abi Khâlid Harmaz
dan dikatakan Sa’ad dan dikatakan Katsir, al-Ahmash maulahum al-Bajilī, Abu
Abdullah al-Kūfī (saudara asy’ats dan khalid). Tingkatan : 4 pertengahan dari
tabi’in , wafat tahun : 146 H.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Tsiqah dan tsabit
- Menurut adz-Dzahabi : Hafidz
4. Amr bin Hâsyim
a. Nama
lengkap : Amr bin Hâsyim, abu Mâlik al-Junbī, al-Kūfī. Tingkatan : 9 dari
shighar atba’ at-tabi’in.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu
Hajar : Layyin hadis dan afrathu fīhi Ibnu Hibban
- Menurut adz-Dzahabi : Nasa’i berkata : laisa
bi qawwī
5. Muhammad bin Ubaid
a. Nama
lengkap : Muhammad bin Ubaid bin Muhammad bin Wâqid al-Mahârabī, Abu Ja’far dan
Abu Ya’lâ, an-Nakhas al-Kūfī. Tingkatan 11 pertengahan akhadzin dari tabi’u al-atba’,
wafat tahun 251 H.
b. Pernyataan kritikus tentang dirinya :
- Menurut Ibnu Hajar : Shuduq
- Menurut adz-Dzahabi : Tidak
disebutkan
Diteliti dari
biografi para perawi, penulis menemukan perawi yang menurut para kritikus
hadis, dia adalah seorang yang lemah (layyin), sehingga ia dalam
meriwayatkan hadis belum mencapai derajat shahih, yang akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Amr bin Hâsyim, menurut Ibnu Hajar bahwa dia adalah
seorang yang yang hadisnya lemah dan an-afrathu fiihi Ibnu Hibban, sedangkan
menurut adz-Dzahabi bahwa dia adalah seorang yang laisa bi qawwī menurut
pendapatnya an-Nasa’i dan selainnya.
2. Muhammad bin Ubaid, menurut Ibnu Hajar bahwa
dia adalah shuduq, sedangkan menurut adz-Dzahabi bahwa dia tidak disebutkan.
3. Syaikh al-Albani, mengatakan bahwa hadis
tersebut dhaif.
4. Abu Dawud meriwayatkan hadis tersebut dengan
sanad munqathi’.
Hadis tersebut
di dalamnya terdapat dua perawi yang lemah sehingga hadisnya belum mencapai
derajat shahih. Jadi hadis mengenai “jangan berlebih-lebihan dalam memilih kain
kafan, karena tidak tahan lama”, hadisnya dhaif dilihat dari aspek sanadnya.
Untuk itu
apabila menyiapkan kain kafan bagi jenazah, tidak perlu berlebih-lebihan dalam
memilih dan tidak perlu juga untuk mempersulit atau tidak memaksakan di luar
kemampuan. Karena sifat berlebih-lebihan dapat menimbulkan madharat, maka
gunakanlah kain kafan yang secukupnya dan diutamakan yang berwarna putih, itu
lebih baik.
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian-kajian yang telah dibahas, dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil
kajian menunjukan bahwa mekanisme perawatan jenazah dalam kitab Fiqh
as-Sunnah adalah tatacara perawatannya menggunakan cara-cara yang baik
menurut syari’at agama Islam dan pada dasarnya kitab Fiqh as-Sunnah
tersebut menggunakan hadis-hadis berkualitas dan hampir semua hadisnya shahih.
Karena pengarang kitabnya “Sayyid Sabiq” adalah ulama kontemporer yang memiliki
reputasi internasional di bidang dakwah dan fikih Islam.
2. Dari
Hasil kajian tentang mekanisme perawatan jenazah, merujuk kepada Himpunan Putusan
Tarjih Muhammadiyah, menunjukkan bahwa secara teknis tantang tatacara merawat
jenazah berdasarkan dalil-dalil yang rajih dan sunnah shahihah.
3. Hasil penelitian kritik sanad, kualitas hadis
di dalam Fiqh as-Sunnah, dijumpai dua hadis dhaif yaitu “orang yang
memandikan jenazah hendaklah yang dapat dipercaya”. Rangkaian sanad hadisnya ada tiga perawi yang lemah
yaitu Mubasyir bin Ubaid, dia seorang yang matruk. Baqiyyah bin al-Walid, jujur
tapi banyak melakukan penyembunyian kecacatan. Muhammad bin Mushafa, seorang
yang shuduq, tetapi juga wahm dan mudallis.
Hadis kedua tentang “Janganlah
berlebih-lebihan dalam memilih kain kafan karena tidak akan tahan lama”. Sanadnya
lemah karena terdapat perawi Amr bin Hâsyim dia seorang yang laisa bi qawwī.
Dan Muhammad bin Ubaid, dia shuduq dan dia tidak disebutkan. Maka tidak
memenuhi syarat keshahihan hadis.
Di dalam HPT juga
terdapat hadis yang kedua, yaitu “Janganlah berlebih-lebihan dalam memilih
kain kafan karena tidak akan tahan lama”. Hadisnya tidak shahih dari aspek
sanad, karena ada perawi yang lemah menurut para kritikus hadis yaitu Amr bin
Hâsyim dan Muhammad bin Ubaid.
B. Saran-Saran
1. Untuk seluruh umat Muslim agar selalu
mengingat akan kematian, karena kita hidup di dunia ini hanya sementara.
Gunakanlah waktu yang sebentar ini untuk melakukan amalan yang baik supaya
memperoleh ridha Allah swt.
2. Bagi kaum Muslim yang belum mengetahui
mekanisme perawatan jenazah, hendaklah berusaha supaya mengetahui mekanismenya
dengan mempelajari sendiri, mengikuti pengajian, membaca dll. Supaya kita bisa
mengamalkan ilmu yang telah ada.
3. Para pengajar, ustadz dan ustadzah, serta
orang yang telah mengetahui mekanisme perawatan jenazah, hendaklah menyampaikan
kepada para kaum Muslim yang belum mengetahui dengan melalui kajian-kajian,
pengajian dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar